Secara administrasi, pulau ini dibagi menjadi dua buah kecamatan yaitu Kecamatan Tambak di bagian Utara dan Sangkapura di sebelah Selatannya. Wilayah Sangkapura memiliki jumlah penduduk yang lebih padat daripada Tambak, dan tentu saja mempunyai dinamika kehidupan masyarakat yang lebih cepat namun rumit. Kedua kecamatan ini mempunya potensi hasil perikanan laut yang besar.

Menurut legenda yang berkembang, asal mula terbentuknya danau ini adalah akibat dicabutnya pohon kastoba berukuran besar, yang berada tepat di tengah pulau bawean, oleh Ratu Jin penguasa Bawean. Pohon Kastoba konon merupakan pohon yang memiliki kekuatan magis pada setiap bagiannya. Sekalipun hanya setangkai daun yang gugur bisa mengobati berbagai macam penyakit.. Kekuatannya yang luar biasa berpotensi menjadikan umat manusia menyalahgunakan kekuatan pohon tersebut. Sebelum hal itu terjadi, Ratu Jin terpkasa mencabut pohon tersebut lalu membuangnya ke laut. Dari bekas cabutan Pohon Kastoba, muncullah mata air yang melimpah, hingga kini menjadi danau yang besar dan tak kunjung kering airnya.

Jika ditarik garis ke arah Utara dari Danau Kastoba, terdapat sebuah desa pesisir yang bernama Tambak. Desa ini terletak di wilayah administrasi Kecamatan Tambak, dan merupakan pusat kota kecamatan. Desa ini memiliki lima buah dusun, yaitu Tambak Kramat, Tambak Barat, Tambak Tengah, Tambak Timur, dan Tambak Gunung. Titik pusat desa berada pada Dusun Tambak Tengah. Lebih dari 50% wilayah Desa Tambak adalah pesisir, dan sisanya merupakan perbukitan. Desa Tambak Kramat, Tambak Barat, Tambak Tengah, dan Tambak Timur merupakan pedusunan pesisir yang berbatasan langsung dengan laut, sehingga hampir keseluruhan warganya berprofesi sebagai nelayan. Sedangkan, wilayah Dusun Tambak Gunung berada di daerah perbukitan yang tanahnya cocok untuk kegiatan bercocok tanam, sehingga mayoritas warganya bekerja sebagai petani.

Secara umum, penduduk asli Pulau Bawean, termasuk juga Desa Tambak, adalah Suku Boyan. Konon, etnis ini dahulu keturunan dari Suku Bugi yang singgah lalu menetap di Bawean. Menyadari lahan pekerjaan di daerah yang sempit, mayoritas penduduk asli Desa Tambak merantau ke berbagai penjuru dunia, berkah mentalitas Etnis Bugis sebagai bangsa penjelajah lautan dan benua. Mereka menjelajahi lautan lepas hingga mereka menemukan tempat yang tepat untuk mereka singgahi. Sebagian masyarakat Boyan tinggal menetap dan bekerja di Malaysia dan Singapura, karena mereka nyaman berada di sana. Nyaman bukanlah satu-satunya alasan mengapa mereka lebih memilih tinggal di sana, namun karena hampir keseluruhan warga Boyan yang merantau mendapatkan penghidupan, pekerjaan, dan tempat tinggal dengan cukup mudah di sana. Mereka cukup berbekal relasi keluarga yang sedang di rantau, kemudian relasi yang dihubungi nantinya akan membantu mencarikan pekerjaan, tempat tinggal dan pembuatan kartu identitas.

Warga Etnis Boyan yang tidak ikut menetap di Malaysia atau pun Singapura, biasanya bekerja sebagai awak kapal yang menjelajahi lautan luas, bahkan tak jarang juga yang menduduki posisi sebagai kapten. 

-Bersambung