Halloo guys... Masih terbayang jelas perjalanan unit 197 kala itu, selama seharian penuh berkunjung ke beberapa tempat fenomenal di Bawean.. Sebut saja tanah lapang bakal Lapter, Gili Temor, Pulau Noko dan Danau Kastoba...

Yup, dalam ingatanku masih terekam jelas banget... Ketika itu, pagi- pagi buta mungkin sekitar jam 04.30 WIS (Waktu Indonesia Sakarepmu :D), pondokan putri telah ramai antrian untuk menggunakan kamar mandi. Kecuali aku, yang masih santai2 saja, hahaha..

Bagaimana tidak? Hari itu adalah hari kamis, tanggal 2 agustus 2012, telah dikukuhkan bahwa seharian itu akan menjadi FREE DAY dari Kerja Kerja Ngoyo (nyari kesibukan untuk memenuhi 288 jam) unit 197 yang selama kurang lebih telah sebulan menghabiskan waktu di bawean, khususnya di desa tambak.
Ceritanya, di hari itu kami akan melancong ke beberapa penjuru dimana kecantikan bawean dapat terpancar dengan dahsyat... :D

Setelah semua personil siap, kurang lebih jam 06.30 taxi bawean dari pak Ilham (sukarelawan tour guide kami; alumnus FISIPOL UGM; Kepala Desa Tanjung Ori) pun datang menjemput. Taxi pertama telah terpenuhi oleh putra- putra KKN Bawean, maka 1 taxi berikutnya adalah jatah untuk putri- putri KKN Bawean. Tapi 3 putra terpilih yaitu Kak Yudo, Mas Dimas dan Mas Banu mendapat kesempatan untuk menjaga para putri di taxi keputren.. :p

Taxi pun melenggok dengan santai di atas jalan aspal yang penuh bebatuan. Karena kondisi tersebut, tak heran jika masyarakat bawean sering menyebutnya jalanan sungai kering. Huffthh... ternyata jalanan berbatu itu jika harus dilalui beberapa waktu yang tergolong lama, maka akan mengakibatkan rasa tak nyaman, kantuk, pusing- pusing bahkan mual hingga muncul harapan yang besar untuk segera sampai ke spot sasaran. Hehe, itu yang kurasakan ketika itu..

Dan alhamdulillah, kami telah sampai di spot pertama, yaitu bakal lapangan terbang (julukan gaulnya adalah LAPTER) bawean yang ditargetkan selesai pembangunan pada tahun 2014 mendatang. Disana kita dapat melihat panorama kontras nan indah antara hijaunya bebukitan, birunya lautan, dan putih bersihnya awan di langit. Panorama ini pun tak kami sia- siakan. Dengan lihai, Mas Dimas langsung membidikkan DSLR- nya ke rombongan yang telah berjejer rapih membentuk barisan dan unjuk gaya masing- masing. Amazing...

Tak lama, taxi pun berjalan kembali, siap mengantarkan kami ke tujuan berikutnya, yaitu Gili Temor. Hmm... cukup lama juga perjalanan ini terasa. Dan sampailah kami di depan mini toserba. Kukira, kami akan mampir di rumah kerabat pak Ilham, seperti perjalanan sebelum- sebelumnya, hehe...
Eh, ternyata tebakanku salah... Kami diseru untuk berjalan melewati rumah itu, kemudian berjalan diantara pematang sawah dan terdapat jalan setapak berkarang di depan, disusul dengan desir lembut angin laut menerpa serta ombak dan gelombang kecilnya..

Perlahan kami meniti jalan setapak dari tumpukan karang itu dan berjalan penuh kehati- hatian di atas pasir berlumpur, menyeberangi laut yang sedang surut. Kurang lebih 5 meter di seberang sana, kapal telah siap mengangkut rombongan untuk berlayar ke gili (baca: pulau) seberang.

Satu per satu dari kami pun menaiki badan kapal itu. Wow... ternyata ombak kecil dan angin sedikit membuat kapal tak seimbang. Terdengar usulan kawan- kawan untuk menyewa satu kapal lagi dengan alasan demi keselamatan. Namun, kakek tua (Sang Empunya kapal) itu tak menghiraukan. Dengan bahasa Bawean, ia mengatakan bahwa satu kapal ini saja bisa dan memohon agar  teman- teman memasang posisi duduk manis di atas kapal agar lebih stabil. Setelah semua berada di atas kapal dan duduk di tempat masing- masing, maka Sang Kakek segera menyalakan mesin kapalnya. Dan kapal melaju dengan perlahan, membelah birunya air laut bawean. Sepanjang perjalanan, angin dan air sangat kompak menerpa wajah dan tubuh kami. Tapi kapal ini menunjukkan kehebatannya. Ia terus melaju perlahan, menentang ombak dan angin itu. Hingga mata kami tertuju pada satu obyek. Nun jauh disana, nampak pemandangan indah di pandang mata. Segaris pulau dengan pasir putihnya. Itukah gili temor??

Ohh... ternyata bukan.. hehe,
Itu adalah pulau noko. Kapal pun berlayar menjauh dari garis putih itu. Tak berapa lama, terlihat hijaunya bukit. Itulah gili temor. Tak lama, terlihat kapal- kapal nelayan terparkir rapih di pinggir pulau bernama Gili Temor. Berhubung laut sedang surut, maka kami pun harus berjalan membelah air laut yang begitu bersih. Bening sekali...

Kami pun menghampiri perkampungan kecil di pinggir laut itu. Semakin mendekat, ternyata terdapat beberapa penduduk yang sedang beraktivitas kala itu. Terlihat seorang ibu yang duduk di atas batu dan sedang memerhatikan rombongan kami.

Disini, Pak Ilham berperan sebagai tour guide kami. Beliau berjalan di depan rombongan dan memberikan alternatif wisata ini. Ia pun membelokkan rombongan pada segerombolan ibu- ibu yang sedang membakar ikan dan beberapa hewan laut lain. Dan yang kulihat ketika itu adalah teripang bakar (asap). Kemudian di sisi lain, terlihat bapak- bapak dan beberapa pemuda yang sedang memahat kayu untuk disusun menjadi kapal. Menurut informasi dari perajin terkait, pengerjaan kapal itu pun membutuhkan waktu yang cukup singkat, yaitu sekitar 2 bulan. Mengingat semuanya dikerjakan secara manual. Lagi- lagi aku berdecak kagum atas potensi yang terdapat di sini. Amazing.... :D

Selanjutnya, atas arahan dari pak ilham, kami pun berjalan mengelilingi perkampungan Gili Temor ini. Di sini hanya terdapat satu desa, satu mini toserba, satu SD, dan satu SMP (yang pendidikan sejajar dengan SMA, aku kurang tahu). Tak ada signal dari operator manapun disini. Dan di perkampungan ini, kemana pun aku berjalan, selalu saja terdengar suara tilawah penduduk sekitar di langgar- langgar kecil yang kusangka adalah rumah penduduk. Di pulau kecil ini, program pemerintah terkait kesehatan yaitu posyandu, alhamdulillah masih bisa dijalankan. Meski penuh dengan keterbatasan. Salah satu kegiatannya ialah membagi- bagikan susu bubuk bayi kepada orang tua yang tergolong tak mampu, penimbangan berat badan dan lain- lain. Masih di Gili Temor, perjalanan kami berlanjut. Kemudian kami melewati semacam tempat pengepul sampah, tapi nampaknya dugaanku salah. Tempat itu lebih pantas ditebak sebagai gardu listrik dengan menggunakan pembangkit listrik berupa generator bertenaga solar. Dan di sepanjang perjalananku mengelilingi kampung ini, tak kulihat satu pun lampu/ neon yang terpasang di teras rumah penduduk. Wow... benarkah ketika malam hari jalanan kampung ini akan gelap tanpa cahaya lampu???
Amazing... tak bisa kubayangkan jika dulu pilihan tempat KKN kami jatuh di Gili Temor ini.. hehe

By the way, cerita trip singkat ini ku- skip sampe sini dulu yaa guys... masih ada cerita tentang Pulau Noko dan Danau Kastobanya cyiiin, tapi nyusul yak... :D

 

Irma Yuniar P. R
0 Responses

Posting Komentar